Beda Itu Biasa (Sepenggal kisah teladan)

Karena Semua Berbeda

Wah harinya sudah cerah... pasti semua ceria bukan? saya harap begitu. semua terlihat rapih, terdengar medu dan terasa nikmat suasana hari ini. meski belum ada yang hadir tapi sebagai kebiasaan hidup menjadi pelayan umat. haha... terlalu hiperbola. walau demikian tetep asik dijalani saja. sebab nikmat sih hidup ini apalagi kalau ada tantangan, bakal makin seru jadinya. pengalaman sudah banyak kali ya??? tapi bosan kalau hanya satu tipe saja.

Maksudnya monoton tanpa variasi dan wana. sempatnya di kesempitan waktu menjadi longgar pemikiran. enjoy menikmati segalanya. senikmat kopi mandarin. Entah seperti apa rasanya, saya juga belum menemukan. memang semua tidak sederhana tapi semua harus bisa kita sederhanakan. Habislah waktu ini jika tidak menyederhanakan. rugi, itu jenisnya.

Semangkuk air dan satu cangkir soup hangat menemani setiap pagi. sudah tentu itu terasa aneh dibilang sarapan. nikmati saja kalau adanya cuma itu. semeriwing juga arromanya. tanpa sambal juga jadi ada yang kurang bagi yang biasa makan sambal. tapi nikmati saja yang ada. memang tidak istimewa namun membingungkan jalan seperti lampu merah yang tidak teratur. belum sebntar ada kaki maju menghentakkan sepatu. apa maunya kaki atau apa maunya orang. biar saja, dia lagi menikmati memakai sepatu barunya. saya juga lagi menikmati tulisan yang dibilang kacau ini. tapi gak apa-apa, nikmati saja. selamat membaca....

Habis berjalan jauh. seorang anak gembala menggembala kambing, domba, atau sejenisnya di padang rumput yang luas bersama adik kecilnya. entah sudah berapa hari mereka menyebrangi gurun yang ganas itu sehingga sampai di padang hijau sekarang. Anak gembala itu saya beri nama Alim dan adiknya entah siapa yang mau ngasih nama untuk dia. ada yang mau usul?

Beda Itu Biasa (Sepenggal kisah teladan)
Alim dan adiknya bercakap sembari meemegang persediaan air dan duduk-duduk di bawah pohon rindang sejenis pohon kelapa yang lebat bunga dan buahnya. pohonnya pun tidak hanya satu sehingga mampu mengalahkan terik matahari saat itu. badai kencang pun seperinya tidak akan tembus ke sana. percakapan yang akrab di antara mereka. dimulai dari perihal perjalanan, kerinduan, pekerjaan mereka sebaga penggembala kambing seorang bangsawan yang dermawan.
Jauh dari orang tua harus mereka jalani dari usia dini. itu demi masa depan ddan kebaikan semuanya. tidak apa, itu latihan menjadi seorang profesional. sudah tujuh hari merek tinggal di sana, di padang hijau hanya berdua. terlihatlah dari jauh sekumpulan kafilah. siapa mereka?

Sampailah mereka di padang hijau tempat kedua bersaudara itu tinggal. Melepas lelah mereka di sana karena habis perjalanan jauh. Pimpinan kafilah itu mendekati kedua anak tadi. "Hai anak muda, bolehkah saya berbincang sedikit?" Dengan lembut dia bertanya. lalu anak itu menjawb. "Dengan senang hati tuan, apa yang ingin tuan tanyakan?" "Saya baru melewati tempat ini, terlihat indah juga ya... ngomong-ngomong siapa kalian, dan darimana asal kalian sebenarnya?" Anak itu tersenyum dan menjawab pertanyaan yang teduh tadi. "Tuan, sebenarnya saya dan adik saya buakan asli penduduk sini. Kami hanya menjalankan pekerjaan sebagai penggembala domba majikan kami di negeri seberang. nama saya Alim dan adikku bernama... (sudah saya bilang, pembaca yang nyumbang nama). di sanalah tempat kami tinggal bersama keluarga yang sederhana."

Sang pemimpin kafilah itu melihat ternak-ternak yang sedang riang berpacu di rerumput nan hijau. senangnya mereka tampak jelas. sang tuan kembali bertanya kembali... "Wahai anak muda, bolehkah saya membli satu ternak yang itu untuk bekal perjalanan kami yang masih jauh?" anak itu menjawab, "Maaf tuan, saya tidak berhak menjualnya." Lelaki itu merayunya..."Ya memang kamu tidak berhak menjualnya, pasti karena kamu takut dimarahi majikan, bukan?" "Bukan itu tuan" "Lalu apa masalahnya? majikan mu tidak akan tahu dan pasti tidak akan mengetahui jumlahnya sebab hanya kamu yang tahu jumlah binatang-binatang itu.

Tenang saya akan tambahkan dua kali lipat. anda pdapat untung besar pastinya." Tuan itu membujuk lagi. "Wahai tuan, memang majikan saya tidak pernah tahu jumlahnya dan hanya saya yang mengetahuinya, tapi..." "Tapi kenapa wahai anak muda?" Penasaran nadanya tuan itu. "Jika saya melakukannya, lalu dimanakah Allah berada?" Sang tuan tadi tercengang diam sejuata bahasa menyaksikan seorang anak yang usianya sangat muda dapat berkata demikian.

Lalu setelah sang tuan bertanya dan mendapat jawaban dari anak muda itu, dilanjutkan dengan pertanyaan terakhir dari yang menulis. Siapa nama adiknya Alim dan Tuan tadi?

0 Response to "Beda Itu Biasa (Sepenggal kisah teladan)"

Post a Comment