Kekayaan seseorang tidak bisa diukur menggunakan kalkulator. Ada kekayaan yang tidak dapat dilihat oleh kedua bola mata kita. Kekayaan tersebut bersembunyi dalam diri seseorang tersebut. Kekayaan itu ialah kekayaan jiwa. Siapa saja di dunia ini tidak akan mampu menghitung kekayaan tersebut. Kekayaan ini hanya dapat dirasakan. Kekayaan jiwa ini jarang orang yang memilikinya.
Siapa orang yang memiliki kekayaan jiwa tersebut kalau bukan mereka yang senantiasa memperkaya diri dengan cara belajar dan beribadah. Mereka meskipun banyak harta tetapi tidak meninggalkan kewajibannya. Mereka tidak menjadi budak harta, mereka menginfaqkan hartanya sebagai rasa syukurnya.
Mereka mengeluarkan harta yang banyak untuk berinfaq tetapi tidak sedikit pun rasa hawatir menderita kemiskinan. Mereka hanya yakin bahwa harta tersebut tidak akan pernah berkurang meski dalam perhitungan matematika, harta tersebut telah dikeluarkan dan pasti berkurang.
Ya, harta memang telah keluar banyak tetapi rezeki yang lainnya akan banyak yang berdatangan bahkan bisa berlipat ganda. Maka orang kaya ini menjadi orang kaya, bukan hanya kaya harta tetapi juga kaya jiwanya. Dia bersihkan harta yang diperoleh itu supaya harta yang dia berikan kepada keluarganya menjadi halal dan berkah.
Dia orang kaya yang selama ini hilang di tengah zaman yang telah dipenuhi jiwa-jiwa yang haus harta. Mereka rakus memakan harta dan tidak pedulikan hukumnya. Inilah jiwa yang miskin. Karena takut miskin harta orang miskin pun dilahapnya dengan sebuah kata yang dilontarkannya "lumayan" sebagai tambahan. Maka hasilnya, malah dia yang menjadi miskin karena perilakunya miskin dari perasaan. Dia tidak kaya secara kasat mata juga tidak kaya menurut logika.
0 Response to "Walau Kaya Tetap Kaya Hatinya"
Post a Comment