Musim selalu saja berubah seperti cuaca setiap hari tidak tetap dan sering berganti-ganti. Bisa saja ditebak, diperkirakan perubahan cuaca apa lagi setelah ini. Terkadang tebakan itu tepat sesuai perkiraan dan terkadang pula meleset dan tidak tepat sama sekali apa yang diperkirakan.
Begitu pula cuaca pada diri kita. Siapa yang tahu cuaca hati kita beberapa waktu kemudian. Takan ada yang mampu memperkirakan walau gejalanya telah diyakini diketahui jika gejalanya seperti ini maka keadaannya akan seperti ini. Itu tidak bisa dipastikan tetapi hanya bisa diperkirakan.
Susah, mudah, sedih, bahagia, senang, sengsara, beruntung, rugi, lapang, sempit, dan suasana hati lainnya, cuaca dalam diri kita tak dapat diprediksikan.
Tapi bisakah dikendalikan cuaca itu. Siapa lagi yang dapat mengendalikannya selain yang memilikinya, yang menguasai hatinya, yang tidak mudah terbawa arus suasana. Ketika terkena musibah diprediksi akan merasakan sedih yang mendalam sehingga ketika dikendalikan hatinya maka sedih tidak akan hinggap melainkan hanya ketenangan yang dibalut dengan kesabaran.
Ketika kesenangan menghampirinya maka diperkirakan akan berhura-hura, bereuporia, pesta besar, tetapi malah tetap hidup sederhana dan banyak membagi kesenangan dengan orang lain. Mensyukuri segala yang telah diterimanya dari penciptanya.
Mengendalikan cuaca dalam hati dengan bersabar ketika susah. Tidak tenggelam dalam kesedihan dan ketika senang maka senang berbagi kesenangan dan mampu mengendalikannya dengan rasa syukur.
Berikut ini salah satu kisah nyata pengendali cuaca dari salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a Rasulullah SAW bercerita: “Ada seorang lelaki sedang berjalan di Padang Sahara, sebuah tempat di muka bumi. Tiba-tiba ia mendengar suara dari atas awan: “Turunkanlah hujan di kebun milik si Fulan!” Kemudian awan itu pun bergerak dan mencurahkan air hujan di atas tanah harrah (tanah yang berbatu hitam). Seketika salah satu dari parit-parit tanah harrah itu dipenuhi air, dan si lelaki itu lalu menelusuri jalannya aliran air tersebut. Beberapa saat kemudian ia melihat seseorang sedang mengatur aliran air dengan cangkulnya. Lelaki itu berkata kepadanya, “Wahai hamba Allah, siapakah namamu?” Si pemilik kebun menjawab, “Nama saya Fulan” (persis seperti nama yang disebutkan di atas awan tadi). Kemudian si pemilik kebun balas bertanya, mengapa dia menanyakan namanya. Lelaki itu pun menceritakan apa yang baru didengarnya dan bertanya kepada si pemilik kebun: “Wahai tuan, apakah yang telah engkau perbuat dengan kebunmu ini?”. Si pemilik kebun menjawab: “Aku selalu menunggu hasil dari kebunku ini. Dari hasilnya, aku selalu menyedekahkan sepertiganya, sedang aku dan keluargaku memakan sepertiganya dan Dia (Allah) sepertiganya (maksudnya membayar zakat)”.
Ternyata apa yang diperoleh si pemilik kebun tersebut adalah merupakan salah satu bukti dari kebenaran firman Allah Ta’ala: ''Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang dapat menumbuhkan menjadi tujuh bulir, dan pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.'' (Q.S. Al-Baqarah: 261)
Begitulah kisah pengendali cuaca dan kita makin tahu, Allahlah yang mengatur rezeki dan Allahlah yang mengatur turunnya hujan ke muka bumi sebagai karunia sekaligus sebagai tanda kuasanya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Cara Mengendalikan Cuaca"
Post a Comment