Ketabahan Keluarga Nabi Ibarahim

Ambillah hikmah dari kisah ini. Kisah ketabahan keluarga nabi yang tahan uji sehingga Allah berikan derajat yang tinggi. Inilah kisah yang patut diteladani.
Sudah hampir lanjut usianya namun belum dikaruniai oleh Allah seorang anak pun. Istri beliau, Sarah mengajukan permintaan kepadanya untuk menikahi seorang wanita shalehah, Hajar namanya. Setelah menikahi wanita tersebut beliau berdoa agar Allah berkenan memberinya keturunan. Allah pun mengabulkan harapannya. Dari istri mudanya beliau dikaruniai seorang putra. Tidak lama kemudian istri pertamanya pula Allah karuniai seorang putra.
Suatu hari Allah menugaskan beliau pergi untuk berdakwah. Beliau ditemani istri mudanya beserta anaknya yang masih bayi sepanjang perjalanan itu. Tibalah mereka di tempat yang gersang. Tidak ada sebatang pohon pun di sana. Meskipun ada gunung namun tidak ada setetes pun air atau aliran mata air.
Di tempat yang begitu gersangnya beliau menerima wahyu bahwa dia harus pergi melanjutkan perjalanan seorang diri. Beliau harus meninggalkan keduanya di tempat yang tidak ada tanda kehidupan tersebut.
Beliau ditanya istrinya, mengapa harus ditinggal di tempat seperti itu. Maka jawabannya pun singkat bahwa itu adalah perintah Allah. Istri yang shalehah lalu merasa tenang setelah mendengar ucapan suaminya yang telah menjadi kekasih rob semesta alam. Istrinya yang shalehah itu yakin bahwa Allah memiliki rencana dan pasti tidak akan menyia-nyiakan hambaNya.
Suaminya pergi tanpa menoleh ke belakang. Bukan karena kejam meninggalkan istri dan anaknya yang masih bayi, melainkan beliau adalah orang terpilih yan ditugaskan demikian. Sebagai seorang hamba, beliau tak berat meninggalkan orang yan dikasihi. Karena beliau yakin akan jaminan yang pasti dipenuhi oleh robnya yang maha kasih tidak akan menyia-nyiakan hamba yang taat.
Semakin jauh suaminya pergi. Beliau diam bersama ananya. Karena saking lamanya menyusui maka air susu pun mulai habis, sedangkan anaknya yang masih bayi itu masih kehausan dan menangis.
Kasih sayang ibu kepada anaknya, meletakkan anaknya di tempat yang agak teduh. Beliau lari ke sana ke mari mencari seteguk air. Namun tidak ada setetes pun di sana. Dari bukit sofa ke marwah, dari bukit marwah ke sofa. Hingga tujuh kali bolak-balik berlari. Jaranya pun tidak dekat. Putus asa tidak pernah hinggap dalam dirinya. Akhirnya tak disangka, di dekat anaknya terpancar mata air yang begitu derasnya. Beliau langsung mengambil anaknya dan mengumpulkan air tersebut dengan galian tangan. Beliau meminum air tersebut dan terjawablah bahwa Allah didak akan menyia-nyiakan mereka.
Semakin lama tempat itu menjadi hijau dan banyak dibangu pemukiman.  Suaminya pulang dengan penuh heran dan syukur bahwa janji Allah itu pasti. Tanah yang segersang itu, Allah mengubahnya menjadi tempat subur dan penuh berkah. Bersyukur saat bertemu istri dan anaknya yang sudah remaja.
Suatu malam, bermimpilah sang ayah. Beliau memimpikan sebuah perintah yang di luar akal manusia. Perintah yang tidak mungkin sanggup dilakukan oleh mqnusia biasa. Perintah itu adalah agar sang ayah menyembelih anaknya.
Esok hari sang ayah berbincang dengan anaknya dan menceritakan mimpinya itu. Berat memang. Baru sebentar melepas rindu, beliau diperintahkan untuk kembali berpisah dengan cara menyembelih anaknya. Namun sebagai anak yang shaleh, dia katakan kepada ayahnya bahwa ketika itu adalah perintah Allah, dia siap melakukannya karena dia berharap dimasukkan ke dalam golongan orang yang shaleh.
Betapa bangga sang ayah mendengar jawaban yang indah dari anaknya yang shaleh. Pagi hari ayah dan anak itu berpamitan untuk pergi. Mereka tidak menceritakan rencana mereka. Mereka hanya memberitahu bahwa mereka akan pergi membeli pakaian baru di pasar.
Memang benar mereka pergi ke pasar. Tetapi setelah dari pasar membeli pakaian baru, ayahnya membawanya ke sebuah tempat yang jauh dari keramaian. Di sana sang anak berbaring. Sebilah pisau pun telah siap memotong urat nadi. Sang anak berpesan agar baju gamisnya diserahkan kepada ibunya sebagai kenang-kenangan.
Diucapkanlah takbir, tahlil dan tahmid. Pisau sudanh mengarah ke urat leher. Allah menghentikan rencana itu dan menggantinya dengan seekor binatang ternak dari surga yang dituntun oleh seorang malaikat untuk disembelih. Mereka bersyukur kepada Allah atas kasih sayangNya yang begitu besar. Beliau tidak jadi berpisah dengan anaknya. Beliau menjalankan perintah berkurban dengan menyembelih hewan ternak tersebut dan membagikannya kepada masyarakat.
Allahu a'lam

0 Response to "Ketabahan Keluarga Nabi Ibarahim"

Post a Comment